Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Problematika dan Solusi dalam Mempelajari Al-Qur'an Hadits Tingkat Madrasah Tsanawiyah

 

PROBLEMATIKA DAN SOLUSI DALAM MEMPELAJARI AL-QURAN HADITS TINGKAT MADRASAH TSANAWIYAH

Choirul Annas, S.Pd


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Al-Qur’an dan Hadits adalah pedoman manusia khususnya Ummat Muslim yang telah ditinggalkan oleh Rasullullah saw kepada seluruh ummatnya. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik didunia maupun diakhirat kelak. Hadits merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut hal ihwalnya. Konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an dan  Hadits selalu relevan dengan problem yang dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok dengan setiap ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. dari sinilah studi tetang Al-Qur’an sangat penting dilakukan.

Namun dalam mempelajarinya sebagian peserta didik mempunyai masalah tersendiri untuk mempelajarinya. Masalah-masalah yang timbul mengakibatkan terjadinya hambatan dalam memahami Al-Qur’an Hadits. Ini menjadi hal yang serius bagi pihak sekolah dan orang tua. Karena akan berdampak pada minat dan masa depan peserta didik. Apalagi Al-Qur’an Hadits merupakan sumber pokok dalam ajaran agama Islam. Ini yang akan kita bahas sekaligus mencari solusi dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam mempelajari Al-Qur’an Hadits.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa tujuan mempelajari Al-Qur’an Hadits?

2.      Apa problematika yang menjadi penghambat dalam mempelajari Al-Qur’an Hadits?

3.      Bagaimana solusi untuk mengatasi problematika dalam mempelajari Al-Qur’an Hadits?

C.    Tujuan Penelitian

1.      Mengetahui tujuan mempelajari Al-Qur’an Hadits.

2.      Mengetahui problematika yang timbul dalam mempelajari Al-Qur’an Hadits.

3.      Mencari solusi dari problematika yang ada agar tidak lagi menjadi penghambat dalam mempelajari Al-Qur’an Hadits.

4.      Sebagai bahan pembelajaran untuk kita semua khususnya bagi guru dan orang tua dalam mendidik anak pelajaran Al-Qur’an Hadits.


BAB II

PEMBAHASAN

A.      Tujuan Mempelajari Al-Qur’an Hadits

Standar Kompetensi Lulusan untuk mata pelajaran Quran Hadits jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah adalah sebagai berikut:

1.      Melaksanakan al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup umat Islam.

2.      Meningkatkan pemahaman al-Qur’an, al-Faatihah, dan surat pendek pilihan melalui upaya penerapan cara membacanya, menangkap maknanya, memahami kandungan isinya, dan mengaitkannya dengan fenomena kehidupan.

3.      Menghafal dan menjelaskan makna hadis-hadis yang terkait dengan tema isi kandungan surat atau ayat sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

SK diatas merupakan hal dan cara yang sangat baik untuk pendidikan anak didik di Madrasah Tsanawiyah, yaitu dengan Memberikan pemahaman, pembelajaran, serta hafalan bagi anak didik tentang  alquran dan hadits. Sehingga di harapkan anak didik dapat memahami dan mencintai alquran dan hadits sebagai pedomana hidup mereka yang harus dipegang teguh dimanapun dan kapanpun mereka berada.

Diusia anak didik yang masih belia memungkinkan mereka untuk lebih cepat meresap, menghafal, dan mengingat tentang apa yang telah diajarkan alquran dan hadits yang mereka dapat di sekolahan mereka masing-masing. Sehingga anak didik dapat mengamalkan dalam kehidupan mereka sesuai dengan tuntunan dan anjuran dari alquran dan hadits. Dan diharapkan mereka dapat terhindar dari pergaulan yang pada saat-saat ini semakin bebas dan tanpa aturan.[1]

Dengan adanya SK ini, secara tidak langsung memberikan perintah, pemahaman, dan pengertian kepada anak didik bahwa alquran dan hadist adalah merupakan tuntunan hidup, aturan hidup, serta sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan menanamkan pada diri anak didik bahwa Al-Qur’an dan Hadist lebih penting dari pada koran, TV, game yang selama ini hal tersebut lebih akrab di telinga mereka.

Al-Qur’an-hadis merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti ia merupakan sumber akidah-akhlak, syari’ah/fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur mata pelajaran agama islam. Pembelajaran al-Qur’an-hadis, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara garis besar Standar Kompetensi (SK) Dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Quran Hadist Madrasah Tsanawiyah telah mengalami kemjaun dan perubahan yang sangat signifikan. Anak didik dituntut untuk bisa membaca, memahami, menghafal, dan menerapkan nilai-nilai ajaran islam yang terkandung dalam alquran dan hadist baik dalam lingkungan akademik maupun sosial masyarakat. Dengan demikian diharapkan anak didik menjadi insan yang dapat berpegang teguh dan menjadikan alquran dan hadist sebagai pedoman mereka dalam kehidupan sehari-hari.

B.       Problematika Dalam Mempelajari Al-Qur’an Hadits

Setiap proses pembelajaran tidak akan terlepas dari adanya problem/masalah yang bisa menghambat proses pembelajaran tersebut. Demikian juga dengan pembelajaran Al-Qur'an Hadits, masih terdapat bermacam-macam unsur yang menunjang maupun menghambat terhadap pembelajaran dalam usaha mencapai tujuan. Sejauh pengamatan penulis, problematika yang dihadapi baik itu yang datang dari sekolah maupun yang datang dari siswa. Adapun problem yang datang dari sekolah antaranya: tujuan pembelajaran, materi, alat pembelajaran. Adapun yang selain itu, problem yang datangnya dari diri siswa itu sendiri.

Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran yang dirasakan Fahmi, maka problematika yang ada baik dari faktor intern maupun ekstern adalah sebagai berikut:

1.      Tujuan Pembelajaran

Dari rumusan beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran Al-Qur'an Hadits mempunyai tujuan yang sangat bagus, akan tetapi hal itu belum sepenuhnya mencapai target yang diharapkan. Hal ini dikarenakan kemampuan siswa MTs Ma'ahid Kudus masih rendah dalam membaca Al-Qur'an. Mereka belum bisa membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang baik dan benar. Sebagaimana disebutkan dalam tujuan yang telah dirumuskan di atas bahwa target kurikulum adalah agar siswa mampu membaca Al-Qur'an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid dengan benar. Akan tetapi tujuan itu sangat sulit untuk dicapai karena kemampuan siswa yang masih rendah. Jadi untuk mencapai tujuan agar siswa mampu membaca Al-Qur'an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid siswa terlebih dahulu harus paham akan huruf hijaiyah dan mampu membacanya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu siswa yg sekolah di MTs Ma’ahid Kudus tentang pertanyaan yang disampaikan mengenai kemampuan mereka dalam mengikuti pembelajaran Al-Qur’an Hadits. Dia menjawab sebagai berikut:

”Saya merasa terbebani jika harus menghafal ayat Al-Qur’an maupun Hadits. Karena saya masih belum begitu lancar membaca Al-Qur’an. Saya masih harus belajar lagi bagaimana cara membaca Al-Qur’an yang baik dan benar”.[2]

Dari hasil beberapa jawaban siswa tersebut dapat diketahui bahwa siswa MTs Ma'ahid Kudus merasa terbebani ketika mengikuti pembelajaran Al-Qur'an Hadits yang dituntut untuk menghafal dan memahami kandungan ayat. Sedangkan mereka sendiri belum bisa membaca ayat Al-Qur'an atau Hadits dengan baik dan benar sesuai dengan makhraj dan kaidah-kaidah ilmu tajwid.

2.      Materi

Setelah melihat materi pembelajaran Al-Qur'an Hadits yang ada, sangat jelas sekali bahwa materi pembelajaran Al-Qur'an Hadits yang ada sangat luas karena harus menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Dengan kemampuan siswa yang sangat rendah maka dalam menentukan materi yang akan diajarkan haruslah sesuai dengan kemampuan siswa yang ada. Siswa  mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, maka dari itu dalam merumuskan materi pelajaran guru haruslah menyesuaikan dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda tersebut. Dan juga dalam menyampaikan materi haruslah secara sistematis yaitu mulai dari yang mudah, sedang sampai pada yang sulit.

Seperti halnya tujuan pembelajaran diatas, materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa pun mengalami problem/ masalah dalam penyampaiannya. Seperti wawancara penulis dengan siswa tentang pertanyaan yang disampaikan mengenai materi yang disampaikan oleh guru. Dan siswa menjawab sebagai berikut:

”Pak guru hanya membaca ayat Al-Qur’an yang sedang dipelajari dan menyuruh siswa untuk mengikutinya secara bersama-sama. Jadi kita tidak dikasih tahu dengan rinci tajwidnya yang benar seperti apa”.[3]

Dari jawaban interview diatas menyatakan bahwa pembelajaran Al-Qur'an Hadits materi tajwid jarang sekali disampaikan oleh guru karena waktu yang ada hanya habis untuk membaca ayat Al-Qur'an.

3.      Siswa

Adapun problematika yang dihadapi siswa dalam mengikuti pembelajaran Al-Qur'an Hadits adalah disebabkan karena pada saat proses pembelajaran, teman-teman sekelas sering bercanda sehingga sulit untuk fokus memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru.

4.      Alat

Dalam proses pembelajaran alat bantu mengajar bertujuan untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap keterangan-keterangan guru, sebab penggunaan alat bantu mengajar tersebut siswa akan dapat mengamati dan mengalami sendiri sehingga materi pelajaran akan lebih berkesan dalam hatinya dan dapat bertahan lama dalam pikiran. Namun, sarana/alat yang ada di MTs Ma'ahid Kudus ini masih kurang untuk mencapai target karena masih kurangnya alat peraga yang bisa mendukung proses pembelajaran Al-Qur'an Hadits, seperti halnya tulisan-tulisan ayat Al-Qur'an.

C.      Solusi Mengatasi Problematika Dalam Mempelajari Al-Qur’an Hadits

Setelah penulis mengetengahkan kondisi obyektif tentang beberapa problematika atau permasalahan yang dihadapi maka usaha-usaha yang telah atau akan dilakukan untuk mengatasinya dilakukan oleh berbagai pihak baik itu pengurus yayasan, madrasah maupun dari guru Al-Qur'an Hadits tersebut.  Dari beberapa problematika yang dihadapi dalam pembelajaran Al-Qur'an Hadits, maka ada kebijakan program Qur'anisasi artinya berusaha menciptakan madrasah yang Qur'ani. Adapun kegiatannya antara lain:

1)      Mengadakan diklat cara membaca Al-Qur'an dan cara mengajarkannya secara cepat.

Diklat ini dilaksanakan ketika liburan akhir tahun selama 3 minggu. Dibimbing langsung oleh Guru mempunyai harapan agar nantinya para siswa tidak buta huruf Al-Qur'an dan mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Karena kegiatan ini sangat berkaitan erat dengan lancarnya proses pembelajaran Al-Qur'an Hadits di kelas.

2)      Menerapkan pembelajaran cara membaca Al-Qur'an bagi siswa baru

Khusus bagi siswa baru (kelas VII) diadakan kegiatan Qiroati/ membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar selama 1 semester (6 bulan) dengan mengambil waktu pada pukul 06.30-07.15 WIB tepatnya sebelum KBM dimuali. Setelah dinyatakan lulus Qiroati 1-6 dalam jangka waktu 1 semester tersebut, mereka dianjurkan untuk menghafal surat-surat pendek dan mengikuti pembelajaran tajwid.

Sedangkan bagi yang belum lulus, nantinya akan ditangani langsung oleh guru pembimbing. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada waktu semester 2 pada waktu yang sama yaitu sebelum KBM dimulai.

3)      Melaksanakan tadarus Al-Qur'an

Kegiatan tadarus ini dilaksanakan setiap hari kecuali pada hari Senin dan hari Jum'at. Karena pada hari Senin digunakan untuk kegiatan Upacara dan pada hari Jum'at digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler yang lainnya.

4)      Memberikan pengarahan bagi siswa

Untuk mengatasi problem yang muncul dari latar belakang kemampuan siswa yang berbeda-beda, maka dari pihak guru memberikan pengarahan bagi siswa yang kurang mampu dalam membaca dan menulis huruf Al-Qur'an agar siswa lebih giat berlatih membaca dan menulis huruf Al-Qur'an di rumah mereka masing-masing dengan bantuan guru mengaji atau dengan seseorang yang mampu membimbing mereka dalam belajar AlQur'an. Dengan kata lain siswa dianjurkan untuk mengikuti TPA baik di masjid ataupun di tempat lainnya. Karena dengan begitu akan sangat membantu siswa yang kurang mampu dalam membaca maupun menulis AlQur'an ketika mereka mengikuti pembelajaran Al-Qur'an Hadits di kelas sehingga mereka tidak merasa tertinggal dengan siswa lain yang dalam membaca dan menulis huruf Al-Qur'an sudah lancar.

5)      Memberikan pengarahan kepada orang tua siswa

Dari pihak sekolah memberikan informasi kepada orang tua siswa dengan menyarankan agar ikut membantu dalam memperhatikan anaknya di rumah masing-masing, terutama dalam pendidikan agama dan khususnya mengenai belajar membaca dan menulis huruf Al-Qur'an. Dengan demikian diharapkan anak-anak sudah mempunyai bekal dari rumah dan nantinya dikembangkan di madrasah.

6)      Membuat strategi pembelajaran khusus Al-Qur’an Hadits

Beberapa macam strategi pembelajaran Al-Qur’an Hadits yang bisa diterapkan yaitu sebagai berikut:

a)      Strategi Pembelajaran Langsung

Strategi ini menempatkan guru sebagai sumber belajar, dan cukup efektif digunakan untuk menyampaikan informasi dan membentuk keterampilan secara langkah demi langkah. Strategi ini umumnya digunakan untuk memperkenalkan strategi lain pada awal pembelajaran.[4] Contoh: ceramah, demontrasi.

Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Pembelajran langsung biasanya bersifat deduktif.[5]

Pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan aktifitas belajar siswa yang berkaitan dengan aspek pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) dan pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu yang dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi) yang berstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah lebih maju[6]. Fokus utama dari pembelajaran ini adalah pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang seerhana sampai yang lebih kompleks.[7]

Adapun ciri-ciri model pembelajaran langsung adalah:

1.      Adanya tujuan pembelajaran

2.      Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran

3.      Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pembelajaran.[8]

Secara umum, setiap model pembelajaran tentu terdapat kelebihan dan kekurangan. Seperti halnya pada model pembelajaran langsung pun mempunyai beberapa kelebihan,yaitu sebagai berikut:

1.      Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa.

2.      Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.

3.      Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berpresentasi rendah.

4.      Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

5.      Model pembelajaran langsung (terutama kegiatan demokrasi) dapat memberi tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori dan observasi.

6.      Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.[9]

Adapun kekurangannya sebagai berikut:

1.      Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar atau ketertarikan siswa.

2.      Siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif.

3.      Kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada guru.[10]

4.      Bergantung pada komunikasi guru.

5.      Jika pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatiannya ke guru.[11]

b)      Strategi Pembelajaran Tidak Langsung

Pembelajaran tidak langsung ini berpusat pada peserta didik, dimana siswa katif membangun pengetauan dan guru bertindak sebgai fasilitator. Strategi ini memungkinkan peserta didik untuk terlibat dalam mengamati, menyelidiki, membuat penjelasan berdasarkan data, membuat hipotesis dan sebagainya.[12] Pada umumnya peserta didik yang belajar secra aktif akan memiliki pemahaman dan ide yang lebih baik, serta mampu mengembangkan pemahaman tersebut.

Peran guru dalam pembelajaran tidak langsung adalah mengatur lingkungan belajar, memberi kesempatan pada peserta didik untuk terlibat dalam pembelajaran. Sumber belajar pada umumnya berupa bahan cetak, informasi noncetak (misal; internet), dan narasumber.[13] Contoh: problem solving.

Strategi pembelajaran tidak langsung sering disebut inkuiri, induktif, pemecaha masalah, pengambilan keputusan,dan penemuan. Pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi bedasarkan data atau pembentukan hipotesis.[14]

Lang dan Evans berpendapat bahwa pembelajaran tidak langsung akan lebih bermakna bagi siswa karena berparan langsung dalam memperoleh dan menemukan pengetahuannya sendiri melalui akrtivitas pembelajaran.[15] Selanjutnya. Lang dan Evans  menjelaskna model-model pembelajaran yang masuk pada ruang lingkup dan memiliki kedekatan makna dan pengertian dengan pembelajaran tidak langsung adalah seperti: 1) inkuiri, 2)induktif, 3) pemecahan masalah, 4)action research, 5)pengambilan keputusan, 6) penemuan, 7) investigasi, 8) eksplorasi, dan 9) eksperimen.

Adapun strategi dalam pembelajaran tidak langsung adalah sebagai berikut:

1.      Pembelajaran tidak langsung memperhatikan keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis.

2.      Peran guru beralih dari pencerahan menjadi fasilitator, pendukung, dan sumber personal.

3.      Guru merancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat, dan jika memungkinkan memberikan umpan balik kepada siswa ketika mereka melakukan inkuiri.

4.      Strategi pembelajaran tidak langsung mensyaratkan penggunaan bahan cetak, mencetak dan sumber-sumber manusia.[16]

Karakteristik pembelajaran tidak langsung menurut Suryadi dapat dilihat dari 3 hal, yaitu: 1) sajian bahan ajar, 2) pola interaksi kelas, dan 3) model intervensi yang dilakukan guru.

Sedangkan kekurangan dari pembelajaran ini adalah memerlukan waktu panjang, outcome, sulit diprediksi. Strategi pembelajaran ini juga tidak cocok apabila peserta didik perlu mengingat materi dengan cepat.[17]

c)      Strategi Pembelajaran Interaktif

Strategi pembelajaran interaktif mengutamakan aktivitas diskusi sesama peserta didik. Seaman dan Fellenz menjelaskan bahwa  discussion and sharing provide learners with opportunitties to react to the ideas, experience, insight, and knoeledge of the teacher or of peer leaners and to generate alternative ways of thinking and feelings. Diskusi saling berbagi informasi memungkinkan peserta didik memberikan reaksi terhadap ide, pengalaman, opini dan pengetahuan teman sejawat atau narasumber. Peserta didik dapat belajar mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan untuk mengorganisasikan pikiran serta mengembangkan alasan yang masuk akal (rasional).[18] Hal yang perlu dilakukan guru adalah memberiakan topik diskusi atau tugas, menentukan waktu diskusi, menentukan jumlah dan komposisi peserta didik dalam kelompok dan menjelaskan tehnik pelaporan.[19] Contoh: debat, latihan sejawat, diskusi.

Strategi pembelajaran interaktif adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang digunakan guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, dimana guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi yang edukatif, yang interaktif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar.[20]

Margaretha berpendapat bahwa pembelajaran interaktif menitik beratkan pada pernyataan siswa sebagai ciri sentralnya dengan cara menggali pertanyaan-pertanyaan siswa. Pembelajaran interaktif dirancang untuk menjadikan suasana belajar mengajar berpusat pada siswa agar aktif membangun pengetahuannya melalui penyelidikan terhadap pertanyaan yang mereka ajukan sendiri.[21]

Menurut Suparman dan Tarhuri, pembelajaran interaktif memiliki karakteristik sebagai berikut:

1.      Adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok, dan perseorangan

2.      Keterlibatan mental (pikiran, perasaan) siswa tinggi

3.      Guru berperan sebagai fasilitator, narasumber, dan manajer kelas yang demokratis

4.      Menerapkan pola komunikasi banyak arah

5.      Suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang, dan tetap terkendali oleh tujuan

6.      Potensi dapat menghasilkan dampak pengiring lebih efektif

7.      Dapat digunakan di dalam maupun diluar kelas.[22]

Dalam pembelajaran interaktif, peran guru mempunyai hubungan yang erat dengan cara mengaktifkan siswa dalam belajar, terutama dalam proses pengembangan keterampilan. Menurut balen, pengembangkan keterampilan yang harus dimiliki siswa adalah keterampilan berpikir, keterampilan sosial dan keterampilan praktis.[23]

Kelebihan dari strategi ini antara lain: 1) peserta didik dapat belajar dari temannya dan guru untuk membangun keterampilan sosial dan kemampuan-kemampuan, 2) mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional. Strategi pembelajaran interaktif memungkinkan untuk menjangkau kelompok-kelompok dan metode-metode interaktif. Adapun kekurangan dari strategi ini sangat bergantung pada kecakapan guru dalam menyusun dan mengenbangkan dinamika kelompok.[24]

d)     Strategi Pembelajaran Empirik

Belajar secara eksperensial atau pengalaman merupakan pembelajarn induktif, berpusat pada peserta didik, dan berorientasi pada aktivitas. Pembelajaran ini fokus pada proses belajar, bukan pada hasil belajar. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah membatasi jenis pengalaman yang harus dilakukan siswa sehingga cukup aman untuk dilakukan, tidak membutuhkan biaya yang besar, cukup waktu pelaksanaannya.[25] Contoh: simulasi, bermain peran, pengamatan lapangan, survei.

Eksperiential learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, eksperiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.[26]

Mahfudin menyimpulkan bahwa eksperiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi murid dengan tiga cara, yaitu:[27]

1.      Mengubah stuktur kognitif murid

2.      Mengubah sikap murid

3.      Memperluas keterampilan-keterapilan murid yang telah ada.

Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan dan tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak efektif.[28]

e)      Strategi Pembelajaran Mandiri

Strategi pembelajaran mandiri merupakan strategi untuk mengembangkan inisiatif peserta didik secra individual, rasa percaya diri, dan pengembangan diri peserta didik. Belajar mandiri dapat dimulai oleh peserta didik atau dengan bantuan guru, dimana guru memandu danmemantau perkembangan belajar yang dilakukan oleh peserta didikk secra mandiri. Strategi ini dapat digunkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab, menganalisis permasalahan, melakukan refleksi, dan melakukan tindakan yang bermanfaat.[29]

Kemandirian peserta didik merupakan faktor penting dalam proses belajar mandiri. Sumber belajar yang sesuai merupakan faktor penting lainnya dalam strategi ini. Guru harus mempersipakan atau memfasilitasi penggunaan sumber belajar atau bahan ajar mandiri, serta membantu peserta didik untuk dapat menggunakan bahan belajar tersebut.[30] Contoh: metode proyek penelitian.

Pembelajran mandiri merupakan strategi pembelajran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian dan meningkatkan diri. Fokusnya adalah padaperencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar mandiri juga dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok kecil.[31]

Pembelajaran mandiri dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan pengajaran klasikal, terutama dengan maksud memberi kesempatan kepada sisiwa untuk maju sesuai dengan kecepatan masing-masing “memaksa” siswa untuk belajar lebih aktif, bila dalam pengajaran individual digunakan paket bekajar (modul atau berprogam), dan untuk mengatasi kesulitan mengajar bagi guru yang kurang kompeten.[32]

Komponen-komponen sistem belajar mandiri meliputifalsafah dan teori, kebutuhan, organisasi peserta, progran, roduksi, penyebaran, pemanfaatan, organisasi, tenaga, sarana, prasarana, bantuan dan pengawasan, kegiatan belajar, dan penilaian atau penelitian. Semua komponen ini saling berkaitan dan terintegrasi dalam suatu kesatuan. Secara operasional pengertian sistem belajar mandiri dengan segala komponennya ini lebih merupakan suatu pola konseptual  dan tindakan.[33]


BAB III

PENUTUP

A.      Simpulan

1.      Tujuan anak didik harus belajar Al-Qur’an Hadits agar bisa membaca, memahami, menghafal, dan menerapkan nilai-nilai ajaran islam yang terkandung dalam alquran dan hadist baik dalam lingkungan akademik maupun sosial masyarakat.

2.      Problem yang datang dari sekolah antaranya: tujuan pembelajaran, materi, alat pembelajaran. Adapun yang selain itu, problem yang datangnya dari diri siswa itu sendiri.

3.      Membuat kebijakan program Qur'anisasi artinya berusaha menciptakan madrasah yang Qur'ani.

 

B.       Lampiran

 



 



 

DAFTAR PUSTAKA

Latif, Abdul. 2017. Tujuan Pembelajaran Qur’an Hadits di Madrasah di akses http://mimasaran2.blogspot.co.id/2016/01/tujuan-pembelajaran-quran-hadits-di.html pada 8 Desember 2017.

Hasil wawancara dengan Muhammad Fahmi Hidayatullah siswa kelas IX MTs Ma'ahid Kudus pada hari Senin tanggal 4 Desember 2017.

Ridwan Abdullah Sani, 2013, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Abdul Majid, 2013, Strategi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 



[2] Hasil wawancara dengan Muhammad Fahmi Hidayatullah siswa kelas IX MTs Ma'ahid Kudus pada hari Senin tanggal 4 Desember 2017.

[3] Hasil wawancara dengan Muhammad Fahmi Hidayatullah siswa kelas IX MTs Ma'ahid Kudus pada hari Senin tanggal 4 Desember 2017.

[4] Ridwan Abdullah Sani, 2013, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, hlm. 148.

[5] Abdul Majid, 2013, Strategi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 73.

[6] Ibid, hlm. 72.

[7] Ibid, hlm. 73.

[8] Ibid.

[9] Ibid, hlm. 74.

[10] Ibid, hlm. 75.

[11] Ibid, hlm. 76.

[12] Ibid.

[13] Ibid, hlm. 149.

[14] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, hlm. 79.

[15] Ibid, hlm. 81.

[16] Ibid, hlm. 82.

[17] Ibid, hlm. 83.

[18] Ibid.

[19] Ibid, hlm.150.

[20] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, hlm. 84.

[21] Ibid.

[22] Ibid, hlm. 85.

[23] Ibid, hlm. 86.

[24] Ibid, hlm. 92.

[25] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, hlm.154.

[26] Ibid.

[27] Ibid.

[28] Ibid.

[29] Ibid, hlm.154.

[30] Ibid.

[31] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, hlm. 102

[32] Ibid

[33] Ibid, hlm. 103.

Choirul Annas, S.Pd
Choirul Annas, S.Pd Membagikan tulisan yang bermanfaat

Posting Komentar untuk "Problematika dan Solusi dalam Mempelajari Al-Qur'an Hadits Tingkat Madrasah Tsanawiyah"